Friday, 11 January 2019

Ajaran Yang Tidak Akan Pudar

Berdasarkan data statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, tercatat ada sekitar 209.727 institusi pendidikan jenjang SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA (Sekolah Menengah Atas) sederajat di Indonesia. Setahun kemudian, UNICEF (United Nation International Children’s Emergency Fund) mengeluarkan data statsik yang menunjukkan bahwa 2,5 juta anak Indonesia tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi alias putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah tersebut mengisyaratkan bahwa usaha pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendirikan ratusan sekolah masih belum berhasil.

Ada banyak sekali faktor-faktor yang memungkin terjadinya peningkatan angka putus sekolah di Indonesia seperti faktor budaya, ekonomi, sosial, atau kesehatan. Namun di antara keempat faktor tersebut, faktor ekonomi seharusnya tidak menjadi alasan utama. Mengapa? Karena pemerintah sudah mengeluarkan berbagai program bantuan pendidikan untuk siswa-siswi kurang mampu di Indonesia, seperti KIP (Kartu Indonesia Pintar), BSM (Bantuan Siswa Miskin), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Beasiswa Unggulan, dan Bidikmisi (Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi). Jika tepat sasaran, berbagai program tersebut seharusnya mampu mengurangi angka putus sekolah di Indonesia.  Namun, apabila  peningkatan angka putus sekolah terjadi karena faktor internal seperti rendahnya minat belajar, kurangnya semangat belajar, kurangnya kesadaran untuk membaca buku, atau tidak adanya keinginan untuk menuntut ilmu, maka semua program “buang-buang uang” tersebut akan sia-sia.

Dalam Agama Hindu, terdapat sebuah ajaran yang dinamakan dengan Catur Asrama. Catur Asrama merupakan empat jenjang kehidupan yang harus dilalui setiap orang semasa hidupnya. Salah satu jenjang kehidupan tersebut adalah Brahmacari atau tahapan hidup untuk menuntut ilmu pengetahuan. Brahmacari adalah tahap pertama yang harus dilalui seseorang sebelum lanjut ke tahap kedua (Grhasta), ketiga (Wanaprasta), dan keempat (Saniasa). Ajaran tersebut membuat saya sebagai salah satu generasi milenal berusaha memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada agar bisa mencapai pendidikan setinggi-tingginya. Saya berpandangan bahwa Brahmacari adalah tahap dasar dari seluruh perjalanan hidup manusia. Itu karena tahap Brahmacari merupakan tahap untuk menuntut ilmu yang tidak ada batasnya, tahap untuk membentuk pemikiran yang holistik, dan tahap untuk menambah teman sebanyak-banyaknya.

Pertama-pertama saya ingin berkata jujur bahwa setiap kali mendengar kata “ilmu pengetahuan”, ilustrasi yang muncul di pikiran saya adalah buku Ekonomi Kelas XII SMA. Lucunya, hal kecil seperti itu sama sekali tidak menggambarkan bagaimana luasnya ilmu pengetahuan. Ketika kita ingin menuntut ilmu dan bersungguh-sungguh untuk itu, kita harus tahu bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah ada habisnya. Alasannya sederhana, karena manusia akan terus belajar apapun, kapanpun, dan di manapun.

Ilmu pengetahuan tidak hanya tentang Matematika di sekolah atau tentang praktikum Kimia di laboratorium fakultas, tapi ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang membuat kita tahu hal-hal baru. Selama ini manusia cenderung menyempitkan arti ilmu pengetahuan yang sesungguhnya. Jaman dulu Brahmacari dianggap sebagai tahapan hidup untuk mempelajari Weda, hanya Weda. Selain itu, pada Atharvaveda XI. 5.5 yang berbunyi,

“purvo jato brahmo Brahmacari
gharmam vasanas tapasodatisthat,
tasmaj jatam brahmanam brahma jyestham
devasca sarve amrtena sakam.”
Artinya:
Brahmacarin (siswa pengetahuan spiritual), yang lahir sebelum brahman (pengetahuan spiritual), yang melakukan persembahan (yang melaksanakan disiplin sipiritual); dari pribadinya timbul (mendapat wahyu) kebijaksanaan suci, (ilmu pengetahuan tentang Brahman tertinggi dan Yang Bersinar dengan kehidupan pribadi.

secara tidak langsung mengartikan bahwa Brahmacari merupakan tahapan seseorang untuk mempelajari pengetahuan “spiritual”, seperti kebijaksanaan suci atau disiplin spiritual. Akan tetapi, seiring dengan kompleksnya kehidupan, menuntut ilmu tidak hanya bisa difokuskan pada hal-hal itu saja. Penerapan ajaran agama harus juga diselaraskan dengan perkembangan jaman sehingga manusia bisa bertahan hidup sesuai masanya.

Menurut Parisada Hindu Dharma Indonesia, pada tahap Brahmacari usia belajar seseorang untuk menuntut ilmu dapat ditentukan kurang lebih sampai 23-25 tahun. Lebih dari usia itu, manusia harus mulai mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari saat berada di tahap Brahmacari. Namun, itu tidak berarti kita akan berhenti menuntut ilmu selamanya. Sadar tidak sadar, manusia akan terus belajar. Seorang laki-laki yang belum menikah akan belajar untuk memikat hati perempuan sedangkan seorang perempuan yang baru saja melahirkan akan belajar menyusui anaknya. Proses itu akan terus terjadi selama manusia menghadapi situasi baru di kehidupannya. Jangan katakan bahwa memikat hati perempuan atau belajar menyusui bayi tidak termasuk proses menuntut ilmu, karena itu sama saja kalau kita telah menyempitkan arti ilmu pengetahuan yang tanpa batas.

Menuntut ilmu sebanyak-banyaknya akan membuat manusia mulai berpikir logis. Pada masa ini, tahap Brahmacari akan menumbuhkan pola pikir yang holistik terhadap setiap umat manusia. Tujuan menuntut ilmu tidak lain adalah untuk mengetahui kebenaran. Membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal itu terlihat sederhana, tapi tidak sedikit dari kita yang salah tafsir tentang kebenaran. Berkata “Saya benar” hanya menggunakan asumsi pribadi adalah sebuah kekeliruan. Kebenaran sesungguhnya adalah kebenaran yang universal. Artinya, setiap orang mengakui hal yang sama bahwa realitas itu adalah benar. Inilah yang dinamakan dengan berpikir holistik, bepikir secara menyeluruh sebelum menilai sesuatu.

Pada tanggal 24 November 2017 lalu, terjadi serangan bersenjata dan bom di Masjid Al-Rawdah, Sinau Utara, Mesir. Kejadian tersebut menewaskan sebanyak 235 orang dan mengakibatkan 120 orang lainnya luka-luka. Saya simpulkan bahwa pelaku pada kejadian mematikan itu adalah sekumpulan orang-orang pintar. Belajar dengan baik dan menciptakan bom peledak yang dahsyat. Tapi sayangnya, kepintaran tersebut tidak cukup untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Inilah mengapa proses Brahmacari harus benar-benar dihayati dan tidak dipersempit cakupannya. Jika hanya belajar untuk mengetahui sesuatu namun tidak mempelajari apa tujuannya, maka itu bukan tahap Brahmacari. Tahap Brahmacari adalah tahap untuk belajar, mengetahui kebenaran sehingga menghasilkan kabaikan. Menilai suatu kebenaran harus dengan pemikiran yang holistik karena benar untuk diri sendiri belum tentu benar untuk orang lain.

Pemikiran holistik akan membuat manusia menjadi lebih rasional dan terbuka. Menerima kritik dan tidak ingin menang sendiri. Bagi saya, hal itu akan sangat bermanfaat karena pada tahap Brahmacari, manusia juga akan memasuki jenjang untuk mencari teman sebanyak-banyaknya. Mencari teman sebanyak-banyaknya sangat penting dilakukan karena dalam Catur Asrama, jenjang kehidupan setelah Brahmacari adalah Grhasta atau tahap untuk berumah tangga. Dalam masa berumah tangga, kewajiban lain yang juga harus dilaksanakan adalah bermasyarakat selayaknya mahluk sosial. Oleh karena itu, selama melakukan Brahmacari, seseorang juga harus mulai belajar untuk bergaul, berperilaku baik terhadap sesama, dan tidak melanggar norma-norma sosial di masyarakat. Menambah teman sejak memasuki tahap Brahmacari penting dilakukan sehingga pada tahap Grhasta, masyarakat bisa menerima keberadaan kita.

Selama menjalani masa Brahmacari, sebagian besar ilmu pengetahuan yang kita pelajari hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri. Sedangkan sebagai mahluk sosial, kita harus rela berbagi ilmu dan mengabdi kepada masyarakat. Ketika kita memberikan sumbangsih atas ilmu pengetahuan yang kita miliki (tidak hanya pelajaran di sekolah, tapi juga keterampilan), maka masyarakat juga akan berperilaku sebaliknya. Kita akan memiliki relasi yang luas (networking) dan itu merupakan aspek terpenting di kehidupan materialistis seperti saat ini. Semua hal tersebut tidak akan pernah tercapai apabila kita hanya berpikir untuk diri kita sendiri dan tidak “mulai” mencari teman sebanyak-banyaknya pada tahap Brahmacari. Oleh karena itu, secara pribadi saya menganggap bahwa Brahmacari adalah tahapan yang tepat untuk belajar memulai suatu hubungan kekerabatan dengan orang-orang di sekitar kita.

Berdasarkan hal tersebut, bisa disimpulkan bahwa perjalanan hidup seseorang akan sangat dipengaruhi oleh seberapa baik ia menjalani tahap Brahmacari-nya. Tahap untuk menuntut ilmu yang sangat tak terbatas, tahap kehidupan untuk terus berpikir holistik, dan tahap kehidupan untuk mencari teman sebanyak-banyaknya adalah tiga hal yang membuat Brahmacari sangat signifikan dampaknya untuk kehidupan. Jika setiap jiwa manusia bisa melakukan tahap Brahmacari dengan sempurna, maka kehidupannya akan bermanfaat tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk seluruh umat manusia yang ada sekitarnya. Itulah mengapa saya memandang bahwa tahap Brahmacari adalah tonggak dasar perjalan hidup manusia di dunia. 

No comments:

Post a Comment